Sabtu, 17 Agustus 2019

Sejarah Kerajaan Pajajaran

Di masa silam ada dua kerajaan di wilayah Parahyangan (Sunda, saat ini Jawa Barat) yakni Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh. Dua kerajaan ini terikat tali perkawinan antara putri raja Sunda dengan putra raja Galuh. Kerajaan Sunda diperintah oleh Raja Susuktunggal sementara Kerajaan Galuh diperintah oleh Raja Dewa Niskala. Saat Majapahit diambang kehancuran pada tahun 1400-an, rombongan pengungsi dari Majapahit datang dan diterima dengan tangan terbuka oleh Kerajaan Galuh.

Sambutan terus berlanjut, kepala rombongan yang merupakan masih saudara Prabu Kertabumi (raja Majapahit) yakni Raden Baribin dikawinkan dengan salah satu putri Galuh yang bernama Ratna Ayu Kirana. Sang raja sendiri juga mengambil seorang istri dari salah seorang anggota rombongan Majapahit. Hal itu mengakibatkan murka Raja Sunda karena menuduh Raja Galuh tidak mengindahkan aturan bahwa orang Sunda dan Galuh dilarang menikah dengan orang Majapahit. Kedua raja yang terlibat pertalian besar ini pun jatuh pada sengketa.

Dewan penasehat dari kedua kerajaan berunding dan meminta para raja agar turun tahta karena akibat sengketa tersebut kedua kerajaan terancam perang. Setelah itu bersama-sama menunjuk seorang raja pengganti untuk memimpin dua kerajaan. Tidak disangka bahwa orang yang ditunjuk kedua raja ialah orang yang sama yakni Jayadewata. Maka berakhirlah persengketaan setelah menyatunya dua kerajaan di bawah pimpinan satu orang raja. Selain dikenal dengan gelar Sri Baduga Maharaja, Jayadewata juga dikenal sebagai Prabu Siliwangi.

Ada 5 raja yang memimpin Kerajaan Pajajaran pada saat masih berkedudukan di Pakuan Pajajaran, yaitu Sri Baduga Maharaja pemimpin dari tahun 1482 hingga 1521, Surawisesa memimpin dari tahu 1521 hingga 1521, Ratu Dewata memimpin dari tahun 1535 hingga 1543, Ratu Sakti memimpin dari tahun 1543 hingga 1551, serta  Ratu Nilakendra memimpin dari tahun 1551 hingga 1567. Dari kelima raja/ratu yang memimpin tersebut, masa kejayaan terjadi pada saat Sri Baduga Maharaja menduduki singgasana raja dimana saat itu berbagai pembangunan fisik dilakukan untuk memudahkan kehidupan kerajaan dan rakyat di wilayah kekuasaannya.

Penerus tahta Pajajaran yang lain tidak ada yang mampu menyamai kemasyhuran Sri Baduga Maharaja alias Prabu Siliwangi. Semua catatan masa kejayaan yang diabadikan  di dalam cerita, pantun, kidung, babad, hingga terukir pada prasasti-prasasti merupakan hasil kepemimpinan Sri Baduga Maharaja.

Pada 1579 Masehi Kerajaan Pajajaran diserang Kesultanan Banten, anak kerajaan dari Kerajaan Demak di Jawa Tengah. Kerajaan Pajajaran pun runtuh. Hal ini ditandai dengan pemboyongan Palangka Sriman Sriwacana (singgasana raja) dari Pakuan Pajajaran ke Keraton Surosowan di Banten oleh Maulana Yusuf.

Pemboyongan singgasana batu itu merupakan aksi simbolis dalam tradisi politik kala itu supaya Pakuan Pajajaran tidak dapat menobatkan raja baru. Maulana Yusuf diangkat menjadi penguasa sah Sunda sebab ia masih memiliki darah Sunda, juga merupakan canggah Sri Baduga Maharaja.

Kerajaan Pajajaran merupakan satu bukti sejarah, bahwa daripada berperang jalan damai jauh lebih baik untuk ditempuh untuk menyelesaikan pertikaian dua negara. Hal ini merupakan satu hal yang jarang ditemui, terutama pada masa itu.

Akhir masa kerajaan ini adalah akhir dari masa kekuasaan Hindu di Parahyangan dan  merupakan awal masa dinasti Islam. Dikabarkan bahwa beberapa abdi istana tinggal di Lebak dan memakai tata cara kehidupan mandala yang cukup ketat. Keturunan para abdi istana ini saat ini dikenal dengan Suku Baduy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Soal Cerita Matematika SD Kelas 2 Semester 1 (1)

1. Pada suatu hari Budi pergi ke pasar membawa uang Rp. 500. Ia membeli ikan 5 ekor dengan harga Rp. 250, kemudian membeli 4 butir dengan h...